Selasa, 22 Mei 2018

Pendem Wedus Kendit



Dataran tinggi Dieng adalah salah satu kota yang juga mempunyai kegiatan adat budaya yaitu, Ritual Pendem Wedus Kendit. Tradisi ini adalah memendam kepala dan kaki kambing secara terpisah.

Namun dari kata kendit ini sendiri adalah kambing yang memiliki warna hitam, dan memiliki corak putih yang melingkar di perut kembing. Penduduk sekitar menyebutnya dengan wedus kendit (kambing kendit).

Ritual penguburan kambing kendit sendiri merupakan puncak dari ritual yang dilakukan sebelumnya yaitu berkeliling kampung selama 7 kali tiap malam jum’at oleh warga dari jam 11.00 hingga jam 01.00 pagi.

Setelah genap tujuh jum’at maka barulah kemudian ditentukan hari dimana akan dilaksanakannya ritual penguburan kepala dan kaki kambing kendit.

Ketika hari itu tiba maka sejak pagi hari, diantara kabut tebal dan udara dingin yang menusuk sumsum semua warga keluar dari rumah masing-masing dengan membawa nasi tumpeng, golongan, jajanan pasar, serta ingkung (daging ayam).

Menuju sebuah panggung yang berdiri di halaman salah satu sesepuh Desa dimana upacara adat tersebut akan dilaksanakan. Selain beberapa makanan tradisional selaku pelengkap upacara pendem wedus kendit ini.

Makna dari penguburan kepala kambing ini konon adalah bahwa dengan dikuburkannya kepala kambing di tengah-tengah pemukiman diharapkan nantinya tidak ada lagi rasa permusuhan dan besar kepala di antara warga.

Sedangkan makna simbolis daripada penguburan kaki kambing itu sendiri adalah untuk menjaga segala mentuk musibah yang akan mendatangi warga desa tersebut.

Menurut penduduk setempat meyakini sebagai cara untuk menjaga kerukunan warga agar tidak saling berkelahi dan selalu dalam keterntaraman.

Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat.

Dan berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai yang profan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar